Minggu, 27 Februari 2011

perkembangan kasus om gayus

JAKARTA, KOMPAS.com — Perkara pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Halomoan Tambunan terus bergulir pascapengungkapan adanya dugaan praktik makelar kasus yang dilontarkan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji.

Awalnya, kepolisian dan kejaksaan menegaskan, penanganan perkara Gayus di institusi masing-masing berjalan sesuai dengan prosedur. Namun, kemudian, kedua institusi lewat pimpinannya masing-masing meralat dan menyatakan ada indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh jajarannya.

Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan bahwa ia melihat ada sistem hukum yang berjalan tidak sesuai dengan prosedur. Hal sama dikatakan Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri. Apa saja kejanggalan dalam perkara Gayus?

Kejanggalan terjadi saat tidak dilanjutkan perkara tersangka Roberto Santonius, konsultan pajak yang mengirimkan uang Rp 25 juta ke rekening Gayus untuk mengurus pajak kliennya. Awalnya, penyidik menangani perkara Roberto dan Gayus bersamaan. Namun, hanya perkara Gayus yang dilimpahkan ke kejaksaan.

Kejanggalan lain, penyidik tidak menahan Gayus setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi, pencucian uang, dan penggelapan terkait uang Rp 395 juta yang ada di rekening dia. Gayus tidak ditahan hingga proses pengadilan selesai.

Kejanggalan selanjutnya, kejaksaan menghilangkan perkara korupsi yang dijerat oleh penyidik kepada Gayus dan hanya melimpahkan perkara penggelapan dan pencucian uang. Menurut jaksa, hasil gelar perkara hanya dua pasal itu yang dapat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang. Hakim lalu memutuskan vonis bebas terhadap Gayus.

Hal yang paling disorot publik adalah tidak diusutnya asal-usul uang Rp 24,6 miliar yang ada di rekening Gayus. Menurut Susno, diduga penyidik serta jaksa menikmati uang itu setelah pemblokiran dibuka. Kapolri telah memerintahkan untuk mengusut uang yang diakui milik Andi Kosasi itu.

Selain itu, awalnya, penyidik menyatakan hanya ada tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus, berjumlah Rp 395 juta. Namun, menurut PPATK, ada banyak transaksi mencurigakan di rekening Gayus yang telah dilaporkan kepada penyidik. Setelah dikonfirmasi pernyataan PPATK itu, polisi menyatakan ada 19 transaksi mencurigakan yang masih disidik.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by







Ada 95 Komentar Untuk Artikel Ini.

  • Kutu Buku
    Selasa, 7 Desember 2010 | 14:45 WIB
    Hidup pak Susno dan tunggu wwaktu anda!

  • inda nurmah
    Sabtu, 10 April 2010 | 14:25 WIB
    Terimakasih banyak pak Susno..dan selamat menikmati masa tenang sejenak yaaah, karena setelah GT, BH, dan lainnya selesai anda giliran selanjutnya kok! ;) Yuhuuuuu..anda berhak siapkan amunisi hebat lainnya, paling sedikit kan buat meringankan hukuman anda nanti, tho.. :)

  • Riza Faizal
    Jumat, 2 April 2010 | 08:35 WIB
    Tes... Tes... Tes... wah saya berhasil juga masuk ke komentar Kompas... He he he... mengenai penyelewengan di-pajak... coba anda2 yang komentar disini... sekali-kali makan di samping Kantor Pajak - BKPM... Jl. Gatot Subroto..., disitu akan kelihatan mana pegawai Pajak yang Korup... dan mana pegawai Pajak yang tidak Korup... ini untuk tingkat sekelas GT kebawah...

  • Kutu Buku
    Selasa, 7 Desember 2010 | 14:50 WIB
    Tes jugaaaa..:P

  • pudjo sedijono
    Selasa, 30 Maret 2010 | 09:49 WIB
    Awalnya, kepolisian dan kejaksaan menegaskan, penanganan perkara Gayus di institusi masing-masing berjalan sesuai dengan prosedur. Namun, kemudian, kedua institusi lewat pimpinannya masing-masing meralat dan menyatakan ada indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh jajarannya.
1 2 3 ... 19 »
Kirim Komentar Anda
Silakan untuk kirim komentar Anda.
Komentar
Redaksi menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak untuk tidak menampilkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA.
<a href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a7aa5aba&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=20&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a7aa5aba' border='0' alt='' /></a>
<a href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a587b08a&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=22&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a587b08a' border='0' alt='' /></a>
Close
KOMPAS/ ALIF ICHWAN Gayus Tambunan

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat setidaknya ada 10 fakta kejanggalan yang terjadi dalam pengungkapan skandal mafia pajak dengan tersangka pegawai pajak Gayus HP Tambunan. Kejanggalan ini baik dari segi kasus hingga para penegak hukum.

Peneliti hukum ICW Donald Faris, Minggu (21/11/2010), di kantor ICW, Jakarta, mengungkapkan 10 kejanggalan tersebut. Inilah kejanggalan dan analisa versi ICW.

Pertama, Gayus dijerat pada kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570.952.000, dan bukan pada kasus utamanya, yaitu kepemilikan rekening Rp 28 miliar, sesuai dengan yang didakwakan pada Dakwaan Perkara Pidana Nomor 1195/Pid/B/2010/PN.JKT.Sel.

"Pemilihan kasus PT SAT diduga merupakan skenario kepolisian dan kejaksaan untuk menghindar dari simpul besar kasus mafia pajak yang diduga menjerat para petinggi di kedua institusi tersebut. Kasus PT SAT sendiri amat jauh keterkaitannya dengan asal muasal kasus ini mencuat, yaitu kepemilikan rekening Rp 28 miliar milik Gayus," kata Donald.

Dikatakan Donald, pernyataan ini sulit dibantah karena secara faktual beberapa petinggi kepolisian, seperti Edmon Ilyas, Pambudi Pamungkas, Eko Budi Sampurno, Raja Erizman, dan Kabareskrim dan Wakabareskrim, hingga kini tidak tersentuh sama sekali. Padahal, dalam kesaksiannya, Gayus pernah menyatakan pernah mengeluarkan uang sebesar 500.000 dollar AS untuk perwira tinggi kepolisian melalui Haposan. Tujuannya, agar blokir rekening uangnya dibuka.

Kedua, Polisi menyita save deposit milik Gayus Tambunan sebesar Rp 75 miliar. Namun, perkembangannya tidak jelas hingga saat ini. "Hingga saat ini, keberlanjutan pemeriksaan atas rekening lain milik Gayus dengan nominal mencapai Rp 75 miliar menjadi tidak jelas. Polisi terkesan amat tertutup atas rekening yang secara nominal jauh lebih besar," kata Donald.

Ketiga, kepolisian masih belum memproses secara hukum tiga perusahaan yang diduga menyuap Gayus, seperti KPC, Arutmin, dan Bumi Resource. Padahal, Gayus telah mengakui telah menerima uang 3.000.000 dollar AS dari perusahaan tersebut.

"Kepolisian seolah tutup kuping dari kesaksian Gayus di persidangan terkait kepemilikan rekening Rp 28 miliar yang berasal dari KPC, Arutmin, dan Bumi Resource. Hingga saat ini kepolisian belum memproses ketiga perusahaan tersebut. Padahal, Gayus sudah menyatakan bahwa dia pernah membuat Surat Pemberitahuan Pajak Pembetulan tahun pajak 2005-2006 untuk KPC dan Arutmin. Alasan kepolisian belum memproses kasus ini adalah belum cukup alat bukti. Alasan ini dinilai ICW mengada-ada. Kesaksian Gayus di persidangan dinilai sudah cukup menjadi sebuah alat bukti yang sah di mata hukum," kata Donald.

Keempat, Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini sudah divonis bersalah. Namun, petinggi kepolisian yang pernah disebut-sebut keterlibatannya oleh Gayus belum diproses sama sekali. "Pihak kepolisian melokalisir kasus ini hanya sampai perwira menengah. Baik Kompol Arafat maupun AKP Sumartini seolah dijadikan tumbal dalam kasus tersebut. Padahal, mereka hanyalah pemain kecil dan tidak berkedudukan sebagai pemegang keputusan. Polri terkesan melindungi keterlibatan para perwira tinggi," kata Donald.

Kelima, Kepolisian menetapkan Gayus, Humala Napitupulu, dan Maruli Pandapotan Manulung sebagai tersangka kasus pajak PT SAT. Namun, penyidik tak menjerat atasan mereka yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang lebih besar. "Hal ini merupakan bagian dari konspirasi tebang pilih penegak hukum kepada pelaku kecil dan tidak memiliki posisi daya tawar yang kuat. Selain ketiga tersangka tersebut, berdasarkan SK Direktorat Jenderal Pajak No: KEP-036/PJ.01/UP.53/2007, paling tidak ada dua nama yang seharusnya juga bertanggung jawab, yaitu Kepala Subdirektorat Pengurangan dan Keberatan Johny Marihot Tobing dan Direktur Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso," kata Donald.

Keenam, pada 10 Juni 2010 Mabes Polri menetapkan Jaksa Cirus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai tersangka kasus suap dalam kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus. Namun, tiba-tiba, status Cirus berubah menjadi saksi. "Perubahan status ini dicurigai sebagai bentuk kompromi penegak hukum untuk menjerat pihak-pihak yang sebenarnya diduga terlibat. Hal ini amat mungkin terjadi karena dimensi kasus Gayus yang amat luas hingga pada petinggi kepolisian," kata Donald.

Ketujuh, Kejagung melaporkan Cirus ke kepolisian terkait bocornya rencana penuntutan. Namun, hal ini bukan karena kasus dugaan suap Rp 5 miliar dan penghilangan pasal korupsi serta pencucian uang dalam dakwaan pada kasus sebelumnya. "Di satu sisi, langkah Kejagung ini menimbulkan pertanyaan, kenapa yang dilaporkan adalah kasus bocornya rentut, bukan kasus penghilangan pasal korupsi dan pencucian uang. Langkah ini diduga sebagai siasat untuk melokalisir permasalahan dan mengorbankan Cirus seorang diri," kata Donald.

Kedelapan, Dirjen Pajak enggan memeriksa ulang pajak perusahaan yang diduga pernah menyuap Gatys karena menunggu novum baru. Padahal, menurut Donald, pernyataan Gayus perihal uang sebesar 3.000.000 dollar AS diperolehnya dari KPC, Arutmin, dan Bumi Resource, bisa dijadikan sebuah alat bukti karena disampaikan dalam persidangan.

Kesembilan, Gayus keluar dari Mako Brimob ke Bali dengan menggunakan identitas palsu. Menurut Donald, hal ini menunjukkan dua kejanggalan. Pertama, kepolisian tidak serius mengungkap kasus Gayus hingga tuntas sampai ke dalang sesungguhnya. Kepolisian juga belum tuntas untuk mencari persembunyian harta Gayus sehingga konsekuensinya dia begitu mudah bisa menyogok aparat penegak hukum. Kedua, Gayus memiliki posisi daya tawar yang kuat kepada pihak-pihak yang pernah menerima suap selama dia menjadi pegawai pajak.

Kesepuluh, Polri menolak kasus Gayus diambil alih KPK. Padahal, kepolisian terlihat tak serius menanggani kasus tersebut. Penolakan ini telah terjadi sejak Maret 2010. Saat itu, Kadiv Humas Polri Brigjen Edward Aritonang mengatakan, Polri masih sanggup menangani kasus tersebut. "Nyatanya, Gayus malah berpelesir ke Bali," katanya.

KOMPAS/ALIF ICHWAN Terpidana kasus mafia pajak Gayus Tambunan saat menunggu sidang perdananya di Ruang Tahanan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/9/2010). Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Albertina Ho, Rabu (19/1/2011), menghukum Gayus selama 7 tahun penjara.

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, aparat penegak hukum terus berupaya mengungkap tuntas kasus Gayus Tambunan. Pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun sudah bertemu untuk mengusut tuntas kasus ini. Ia membantah, penanganan kasus Gayus sangat lambat.

"Membuat suatu proses pembuktian itu kan tidak mudah. Ini yang disampaikan oleh Kapolri. Jadi Kapolri ingin semua alat bukti itu lengkap," ungkap Djoko di Kantor Presiden, Jumat (4/2/2011).

Oleh karena itu, Djoko meminta publik bersabar karena ketiga institusi sudah berjanji untuk mengusut tuntas kasus ini. Djoko mengatakan perkembangan ini juga yang akan segera disampaikan sebagai laporan kepada Wakil Presiden Boediono yang memimpin jalannya penuntasan kasus Gayus.

"Kalau hanya begitu saja, tanpa follow-up, alat-alat bukti, keterangan-keterangan yang mendukung, hasilnya yang dicapai tidak baik. Itu yang mungkin dikesan lambat," tambahnya.

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Tambunan, divonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gayus dianggap terbukti melakukan korupsi pajak saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT SAT). Hakim menilai negara dirugikan sebesar Rp 570 juta.

Gayus masih menghadapi tuntutan korupsi lain yang lebih besar terkait kepemilikan hartanya yang mencapai lebih dari Rp 100 miliar. Kekayaan yang ganjil mengingat ia hanya pegawai negeri golongan IIIa.

Dalam persidangan Gayus pernah mengaku menerima uang Rp 28 miliar dari tiga perusahaan Group Bakrie karena membantu perkara pajak ketiga perusahan tersebut. Hal ini kemudian dibantah pengacaranya Hotma Sitompul.

Sepak terjang Gayus bukan hanya soal korupsi pajak, tapi juga terkait dugaan tindak pidana penyuapan terhadap pengacara, polisi, majelis hakim, dan jaksa. Yang paling menghebohkan, saat ditahan di rumah tahan Brimob Kelapa Dua, ia sempet melenggang pelesir ke Bali dan luar negeri menggunakan paspor palsu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, perkembangan penuntasan kasus mafia hukum dan mafia pajak yang melibatkan pegawai Ditjen Pajak Gayus Halomoan Tambunan akan dilaporkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada Jumat (4/2).

"Kemungkinan Jumat siang, kami serahkan seluruh perkembangan penuntasan kasus mafia hukum dan mafia pajak, ke presiden," katanya usai mengikuti rapat terbatas bidang hukum yang dipimpin Wakil Presiden Boediono di Jakarta, Jumat.

Djoko menambahkan, laporan penuntasan kasus mafia hukum dan mafia pajak seharusnya dilaporkan ke Presiden setiap dua minggu sekali. "Namun, karena pekan lalu Presiden berada di luar negeri, maka baru kami laporkan Jumat (4/1) siang," ujarnya.

Ia mengatakan, dalam rapat yang diselenggarakan di kediaman dinas Wapres itu, masing-masing institusi hukum kembali melaporkan langkah-langkah yang sudah dilakukan untuk mendukung penuntasan kasus mafia hukum dan mafia pajak tersebut.

Tentang perkembangan baru penuntasan kasus mafia hukum dan mafia pajak, Djoko mengatakan, tidak ada yang baru. "Masih sama, termasuk jumlah oknum dari masing-masing instansi yang oknumnya diduga terkait kasus mafia hukum dan mafia pajak. Kita memantapkan langkah yang sudah diambil dari masing-masing instansi terhadap oknumnya yang terkait kasus Gayus," ungkapnya.

Sesuai instruksi Presiden, Wapres ditunjuk untuk memimpin koordinasi penuntasan kasus Gayus dengan institusi terkait dengan mengeluarkan 12 instruksi.

Hadir dalam rapat yang berlangsung hampir empat jam itu Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Wakil Jaksa Agung Darmono, Kepala Polri Jenderal Pol Timur Pradopo, dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, serta sejumlah anggota Satgas Mafia Hukum.

Red: Stevy Maradona
Sumber: Antara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar